
Selebrasi para penggawa Lyon usai berhasil mencetak gol ke gawang PSG pada laga pekan ke-29 Liga Prancis 2022/2023, Senin (3/4/2023) WIB. (c) AP Photo/Aurelien Morissard
Bola.net – Lyon, klub yang pernah tujuh tahun beruntun merajai sepak bola Prancis, baru saja didepak ke Ligue 2. Penyebabnya bukan performa di lapangan, melainkan kondisi finansial yang tak kunjung membaik.
DNGC, badan pengawas keuangan sepak bola Prancis, menjatuhkan vonis setelah Lyon gagal menunjukkan perbaikan signifikan. John Textor, pemilik mayoritas klub, tak mampu meyakinkan bahwa krisis utang sebesar £422 juta (sekitar Rp8,7 triliun) bisa diatasi.
Situasi ini kontras dengan kejayaan masa lalu Lyon. Klub ini pernah menjadi simbol dominasi total, mengoleksi tujuh gelar Ligue 1 berturut-turut antara 2002 hingga 2008.
Langkah Awal Aulas Menuju Puncak
Segalanya dimulai ketika Jean-Michel Aulas mengambil alih Lyon pada 1987. Ia datang dengan misi besar melalui proyek bertajuk OL – Europe, demi membawa klub kembali ke papan atas.
Raymond Domenech diberi kebebasan penuh untuk membangun skuad, dan langsung sukses membawa Lyon promosi serta tampil di Eropa. Namun, performa menurun membuatnya digantikan Jean Tigana.
Tigana nyaris membawa Lyon juara saat finis kedua pada musim 1994–1995. Fondasi sudah kuat, dan kebangkitan tinggal menunggu waktu.
Era Kejayaan: Tujuh Tahun Tanpa Lawan
Musim panas 2021, gelandang dinamis dan spesialis set-piece asal Brasil bernama Juninho Pernambucano ditransfer ke Lyon. Itu dianggap sebagai katalis utama dari dominasi luar biasa Lyon.
Musim 2001–2002 jadi titik balik ketika Lyon menaklukkan Lens 3-1 di laga penentuan dan meraih gelar Ligue 1 pertama mereka. Semangat Lyon DNA lahir dari sini—mentalitas tak kenal menyerah yang membentuk karakter tim.
Meski pelatih Jacques Santini hengkang, Paul Le Guen sukses menjaga momentum. Dengan skema 4-2-3-1 dan magis dari Juninho, Lyon kembali menjadi juara.
Namun, ada luka mendalam saat Marc-Vivien Foe wafat di lapangan pada 26 Juni 2003. Sebagai penghormatan, Lyon mempensiunkan nomor 17 miliknya.
Membangun Dinasti Lewat Bakat dan Strategi
Paul Le Guen fokus mengembangkan talenta muda. Michael Essien, Florent Malouda, dan Hatem Ben Arfa jadi bagian dari generasi emas yang terus menjaga supremasi Lyon.
Musim demi musim, Lyon merekrut pemain kunci seperti Cris, Eric Abidal, dan Sylvain Wiltord. Gelar keempat dan kelima diraih dengan meyakinkan, bahkan sempat unggul 15 poin di klasemen.
Saat Le Guen pergi, Gerard Houllier langsung ambil alih dan melanjutkan tren positif. Meski pemain datang dan pergi, termasuk saga panjang kepindahan Essien ke Chelsea, Lyon tetap jadi favorit juara.
Dua pemain berprospek, Karim Benzema dan Hatem Ben Arfa, mendapatkan kepercayaan lebih dari Houllier.
Keretakan yang Mengakhiri Dominasi
Musim 2005–2006 membawa kemenangan ikonik atas Real Madrid 3-0 di Liga Champions. Lyon akhirnya mengunci gelar kelima dengan sangat dominan.
Namun, gagal melangkah jauh di Eropa membuat Houllier didepak. Alain Perrin ditunjuk, dan meski sukses meraih double winners pada 2007–2008, kekacauan mulai muncul di balik layar.
Konflik internal antara Ben Arfa dan Sebastian Squillaci, serta pembangkangan dari Fred, menjadi pemicu keretakan ruang ganti. Perrin dipecat tak lama kemudian, mengakhiri era kejayaan.
Setelah 2008: Menjauh dari Gemerlap
Sejak itu, Lyon tak pernah lagi jadi penguasa. Paul Le Guen gagal mengulang prestasi di periode kedua, dan posisi puncak klasemen pun tak lagi menjadi milik mereka.
Meski sempat lolos ke Eropa secara konsisten, hasil buruk pada 2020 menutup era stabilitas. Aulas mencoba berinvestasi dengan stadion baru dan akademi, tapi belum cukup mengembalikan kejayaan.
Pada 2022, Aulas resmi menjual saham mayoritas ke John Textor. Tiga tahun berselang, petaka datang. Kini, dengan utang menggunung dan status degradasi, Lyon harus memulai lagi dari nol—membawa warisan sejarah dan harapan akan kebangkitan.